Selasa, 20 November 2012

PELAKSANA REHABILITASI ABK




Kegiatan rehabilitasi dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak dan berbagai tempat. Para petugas rehabilitasi itu dapat dari bagian medik, juga dapat dari bagian non medik.
Agar dapat mengetahui serba sedikit perihal tugas-tugas dalam rehabilitasi, berikut ini akan dibahas para petugas yang tergabung dalam tim rehabilitasi di suatu sekolah serta pembagian tugasnya.
Tiap-tiap satuan pendidikan PLB, sudah tentu yang menjadi anggota tim rehabilitasi jumlah dan kualifikasinya  disesuaikan dengan kebu-tuhan anak/peserta didik dan kemampuan sekolah yang bersangkutan.

1.      Tenaga Rehabilitasi
Ahli rehabilitasi pada satuan PLB, paling tidak terdiri dari 4 bidang keahlian, berdasarkan aspek yang perlu memperoleh pelayanan rehabilitasi.

a.       Aspek Medis

1)      Dokter spesialis, seperti dokter spesialis rehabilitasi, ortopedi, THT, Mesta, jiwa dan spesialis anak.            Tugas  utamanya adalah memeriksa, menegakkan diagnoses dan menentukan garis besar program rehabilitasi medis untuk dilaksanakan oleh pelaksana rehabilitasi.

2)      Para medis, terdiri dari:

a)      Fisioterapis
Mempunyai keahlian dalam memanfaatkan tenaga fisik dalam pengobatan, melaksa­nakan program sesuai dengan yang telah ditentukan oleh tim rehabilitasi. Sebelum dilaksanakan program perlu diteliti lebih dahulu baik bentuk maupun Cara pelaksanaannya (assesmen). Target utamanya adalah melatih mobilisasi.

b)      Okupasional terapis
Mempunyai keahlian dalam mengadakan evaluasi gangguan fungsi tangan serta memberikan latihan pengembaliannya sesuai dengan program yang telah ditentukan oleh tim rehabilitasi. Sebelum dilaksanakan program perlu diteliti lebih dahulu baik bentuk maupun cara      pelaksanannya (assesmen). Target utamanya adalah melatih mobilisasi.

c)      Protetis dan ortotis
Mempunyai keahlian sebagai tehnisi dalam mengukur, membuat dan mengepas komponen tubuh palsu (protesa) atau alai penunjang (ortosa) baqian tubuh yang lumpuh, lemah, sakit, sesuai program keputusan tim.

d)     Terapis bicara
Mempunyai keahlian dalam mengadakan evaluasi serta melatih gangguan komu­nikasi (speech problem).

e)      Perawat rehabilitasi
Mempunyai keahlian selain perawatan umum, juga perawatan khusus problem rehabi­litasi seperti mencegah komplikasi istirahat lama.

f)       Ahli optical
Mempunyai keahlian dalam mengadakan pengukuran tajam penglihatan, dan memilih alat bantu melihat.

g)      Ahli audiologi
Mempunyai keahlian dalam mengadakan pengukuran tajafn pendengaran, dan memilih alat bantu mendengar.

b.      Aspek psikologi
Tenaga ahli rehabilitasi di bidang psikologi adalah seorang psikolog, yang mempunyai keahlian dalam mengadakan evaluasi dan mengobati gangguan mental psikologis akibat cacat untuk meningkatkan motivasi, berusaha mengatasi kecacatan serta akibatnya.

c.       Aspek Sosial
Seorang pekerja sosial memiliki peranan dalam mengevaluasi dan membantu memecahkan masalah­ - masalah sosial yang berhubungan dengan keberadaan kecacatan.

d.      Aspek vokasional
Seorang ahli rehabilitasi harus mampu mengarahkan kegiatan rehabilitasi itu menuju berbagai bentuk kegiatan yang bersifat    ketrampi-
lan / kecakapan kerja, yang nantinya akan berguna dalam hidup /kehidupan anak di masa datang. Anak didik diharapkan akan memperoleh keahlian / kecakapan dalam suatu bentuk pekeriaan tertentu yang akan dapat dijadikan modal / pegangan dalam hidupnya.


2.      Guru
Buku pedoman rehabilitasi ini memang diperuntukkan bagi para guru di satuan pendidikan luar biasa dan orangtua yang diharapkan juga dapat menangani kegiatan rehabilitasi.
Dalam hal ini guru pendidikan luar biasa berfungsi sebagai asisten ahli rehabilitasi, karena sebelum sebagai guru telah       dibekali berbagai disi-plin ilmu yang berhubungan dengan    kegiatan rehabilitasi. Tugas utama guru dalam hal ini adalah:

a.       Melakukan assesmen dalam rangka pengumpulan data anak berkelainan yang ada di sekolahnya, baik yang berhubungan dengan aspek fisik, psikhis dan sosial dan ketrampilan. Terutama assesmen untuk memperoleh data kemampuan dan ketidakmampuan anak. Data yang dapat dikumpulkan oleh guru antara lain :
1)      Identitas anak
2)      Keadaan fisik dan kesehatan umum
3)      Kemampuan/kecekatan fisik ( ADL)
4)      Kesehatan gigi (umum)
5)      Aspek psikologis (kecuali tes IQ)
6)      Aspek psikhiatris
7)      Aspek sosial anak
8)      Aspek Agama dan budi pekerti
9)      Aspek ketrampilan.

b.      Mengadakan pencatatan yang berhubungan dengan kecacatannya, termasuk perkembangan kemampuan, dan ketidaktinampuannya.

c.       Melaksanakan bentuk-bentuk kegiatan rehabilitasi, yang sebenarnya melaksanakan proses belajar mengajar, yang disesuaikan dengan batas-batas tertentu yang dipedomankan oleh bagian medik, sosial psikolgis dan ketrampilan serta dilatar belakangi oleh pengetahuan, pengalaman dan tujuan rehabilitasi secara keseluruhan.

d.      Melakukan pembinaan kepada orangtua untuk membantu melakukan rehabilitasi dan pengawasan terhadap aktivitas anak keseharian di lingkungan keluarga.

e.       Melakukan            perujukan anak untuk  memperoleh pelayanan rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan.


3.      Orang Tua
Di samping kedua petugas rehabilitasi di atas, tidak kalah pentingnya peranan orangtua dan masyarakat. Para orangtua anak berkelainan banyak berperan dalam tugas-tugas rehabilitasi. Pada hakekatnya, banyak macam dan bentuk serta corak kegiatan rehabilitasi yang erat hubungannya dengan kegiatan sehari-hari (bagi anak sendiri, dalam kebersamaannya dengan keluarga dan dengan lingkungannya).
Dengan demikian, kedudukan dan peranan prang tua dalam hubungannya dengan kegiatan rehabilitasi sangat penting. Orang tua dan masyarakat pada umumnya diharapkan berperan serta dalam kegiatan pelayanan rehabilitasi, terutama pads saat anak tinggal di rumah.
Sebagaimana persyaratan bagi para petugas rehabilitasi lainnya, orangtua dan masyarakat juga perlu dibekali ilmu dan cara melaksanakan rehabilitasi, terutama yang berkaitan dengan  kegiatan praktis keseharian anak di rumah.
Bekal ilmu dan Cara melaksanakan rehabilitasi itu dapat dilakukan oleh ahli rehabilitasi dan guru terutama dalam hal:
a.       Cara memberikan rehabilitasi anak di rumah sesuai dengan jenis kecacatan anak.
b.      Cara mengatasi kesulitan yang timbal dalam pelaksanaan rehabilitasi di rumah.
c.       Untuk memecahkan masalah secara bersama, perlu diadakan konsultasi dan dialog antara guru dengan orangtua anak.
Antara tenaga rehabilitasi, guru dan orangtua, perlu bekerjasama secara baik dalam rangka kelancaran pelaksanaan kegiatan rehabilitasi, yang pada gilirannya akan mengantarkan anak menjadi mampu mengikuti pendidikan dengan baik di sekolah dan mampu melaksanakan fungsi social secara wajar di lingkungan masyarakat.


CARA MENDETEKSI GANGGUAN PENDENGARAN PADA USIA DINI




Cara mendeteksi gangguan  pendengaran dengan mudah, Secara sederhana :
1.     Dapat dilakukan melalui permainan bunyi seperti tepuk tangan, batuk, menabuh kaleng, dan sebagainya. Bayi normal akan  memberi respon terhadap bunyi. Bisa dengan mengedipkan  mata, mimik wajahnya berubah, berhenti  mengisap ASI atau botol susu, terkejut serta bereaksi dengan mengangkat kaki dan tangan
2.     Pada bayi yang lebih besar, kerap kali merespon  dengan menolehkan kepala pada sumber bunyi. Minimal, ia mencari sumber bunyi tersebut dengan gerakan mata. Jika si kecil tak bereaksi, sebaiknya orang tua segera membawanya ke dokter.
Berikut adalah  beberapa dari  tanda-tanda gangguan pendengaran pada bayi :
  • Jika bayi tidak merespon  terhadap suara pada saat ia atau dia adalah 3 sampai 4 bulan tua
  • Jika bayi tidak mengatakan kata-kata pendek seperti papa atau  mama saat sudah usia satu tahun
  • Bayi tidak menanggapi suara Anda
  • Bayi tidak meniru suara apa pun yang Anda buat
  • Bayi tidak merespon musik atau cerita
Kadang–kadang, anak-anak dapat mengembangkan gangguan pendengaran ketika mereka mendapatkan sedikit lebih tua karena membangun lilin telinga, infeksi atau cedera. Maka Anda harus mencari tanda-tanda lain gangguan pendengaran seperti berikut:
  • Anak tidak mendengar televisi pada volume yang sangat keras
  • Anak tidak merespons ketika Anda memanggil namanya
  • Anak menderita masalah pidato
  • Si anak menunjukkan masalah belajar
  • Anak mengeluh kepada Anda tentang penderitaan dari earaches
Gangguan Pendengaran Pada Bayi Dan Anak
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan gangguan pendengaran tipe KONDUKTIF (Conductive Hearing Loss) dimana terdapat hambatan hantaran  gelombang suara karena  kelainan atau  penyakit pada telinga luar dan tengah, sedangkan gangguan telinga dalam dapat menyebabkan  gangguan  pendengaran  tipe SENSORI NEURAL (Sensori Neural Hearing Loss). Jika terdapat kelainan atau penyakit tipe konduksi disertai sensorineural maka kelainan tersebut termasuk tipe CAMPURAN (Mixed Hearing loss). Penyebab gangguan pendengaran pada anak biasanya dibedakan menjadi 3 berdasarkan saat terjadinya gangguan pendengaran yaitu
1.    Pada saat  kehamilan atau dalam  kandungan (PRENATAL)
Yang berkaitan dengan keturunan (genetik). Yang tidak berkaitan dengan keturunan seperti Infeksi pada kehamilan terutama pada awal kehamilan/trimester pertama (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis), kekurangan zat gizi, kelainan struktur anatomi serta pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan yang berpotensi menggangu proses pembentukan organ dan merusak sel-sel rambut dirumah siput seperti salisilat, kina, neomycin, streptomisin, gentamisin, thalidomide barbiturate dll
2.  Pada saat  Kelahiran atau Persalinan (PERINATAL)
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya gangguan pendengaran seperti tindakan  dengan alat  pada saat proses kelahiran (ekstraksi vakum, tang forsep), bayi lahir premature (< 37 mgg), berat badan lahir rendah (< 2500 gr), lahir tidak menangis (asfiksia), lahir kuning (hiperbilirubinemia). Biasanya jenis gangguan pendengaran yang terjadi akibat faktor prenatal dan perinatal ini adalah tipe saraf / sensori neural dengan derajat yang umumnya berat atau sangat berat dan sering terjadi  pada kedua telinga.
3.  Pada saat setelah  Persalinan (POSTNATAL)
Pada saat  pertumbuhan seorang bayi dapat terkena infeksi bakteri maupun virus seperti Rubella (campak german), Morbili (campak), Parotitis, meningitis (radang selaput otak), otitis media (radang telinga tengah) dan Trauma kepala. Bayi yang mempunyai  faktor resiko diatas mempunyai kecenderungan menderita gangguan pendengaran  lebih besar dibandingkan bayi yang  tidak mempunyai faktor  resiko tersebut.Seorang anak harus  diperiksa fungsi pendengarannya segera setelah dicurigai terdapat faktor-faktor resiko diatas  atau  anak tidak bereaksi terhadap bunyi-bunyian disekitarnya (tepukan  tangan, suara mainan, terompet, sendok yang dipukulkan  ke gelas/ piring dll) dan terdapat keterlambatan perkembangan  bicara dan bahasa.

PENGERTIAN TUNALARAS


Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial.
Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

Menurut Hallahan & Kauffman (Dalam Mohammad Efendi, 2006 : 142) “Sebutan anak berkelainan perilaku (Tunalaras) didasarkan pada realitanya bahwa penderita kelainan perilaku mengalami problema intrapersonal dan/ atau interpersonal secara ekstrem.
Menurut ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan No.12 Tahun 1952, anak tunalaras adalah individu yang mempunyai tingkah laku menyimpang/ erkelainan, tidak memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan norma-norma sosial dengan frekuensi yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga membuat kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain.

Dalam Dokumen Kurikulum SLB Bagian E Tahun 1977, yang disebut Tunalaras adalah :
1. Anak yang mengalami gangguan/ hambatan emosi dari tingkah laku sehingga tidak/ kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat
2. Anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat
3. Anak yang melakukan kejahatan.

Berangkat dari pemikiran di atas, seseorang yang diidentifikasi mengalami gangguan atau kelainan perilaku adalah individu yang :
1. Tidak mampu mendefinisikan secara tepat kesehatan mental dan perilaku yang normal
2. Tidak mampu mengukur emosi dan perilakunya sendiri
3. Mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi sosialisasi
(Hallahan & Kauffman, 1991).

Menurut T.Sutjihati Somantri, (2007 : 139) “ Anak tunalaras sering juga disebut anak tunasosial karena tingkah laku anak ini menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain.”

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Tunalaras dan http://dieza-eza.blogspot.com/2011/01/anak-tunalaras.html


Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi


1. Definisi

Istilah “konseling rehabilitasi” yang dipergunakan dalam artikel ini merupakan terjemahan langsung dari “counseling rehabilitation”. The Commission on Rehabilitation Counselor Certification (CRCC), Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Parker et al. (2004:4) mendefinisikan counseling rehabilitation sebagai “a systematic process which assists persons with physical, mental, developmental, cognitive, and emotional disabilities to achieve their personal, career, and independent living goals in the most integrated setting possible through the application of the counseling process. The counseling process involves communication, goal setting, and beneficial growth or change through self-advocacy, psychological, vocational, social, and behavioral interventions”. (Konseling rehabilitasi adalah suatu proses sistematis yang membantu penyandang ketunaan fisik, mental, perkembangan, kognitif, dan emosi untuk mencapai tujuan personal, karir, dan kehidupan mandiri dalam setting yang seintegrasi mungkin melalui penerapan proses konseling. Proses konseling tersebut melibatkan komunikasi, penetapan tujuan, dan pertumbuhan atau perubahan ke arah yang lebih baik melalui self-advocacy, intervensi psikologis, intervensi vokasional, intervensi sosial, dan intervensi behavioral).
Sejalan dengan pengertian itu, The international Rehabilitation Counseling Consortium, sebuah kelompok yang beranggotakan beberapa organisasi profesi yang terkait dengan konseling rehabilitasi (Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling, 2005), mendefinisikan konselor rehabilitasi sebagai berikut: “A rehabilitation counselor is a counselor who possesses the specialized knowledge, skills and attitudes needed to collaborate in a professional relationship with people who have disabilities to achieve their personal, social, psychological and vocational goals.” (Konselor rehabilitasi adalah konselor yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang terspesialisasi serta memiliki sikap yang dibutuhkan untuk berkolaborasi dalam hubungan profesional dengan individu yang menyandang ketunaan untuk mencapai tujuan personal, sosial, psikologis dan vokasionalnya).
Di samping itu, Szymanski (Parker et al., 2004:4) mendefinisikan rehabilitation counseling sebagai "a profession that assists individuals with disabilities in adapting to the environment, assists environments in accommodating the needs of the individual, and works toward full participation of persons with disabilities in all aspects of society, especially work." (Konseling rehabilitasi adalah sebuah profesi yang membantu individu penyandang ketunaan dalam beradaptasi dengan lingkungan, dan membantu lingkungan dalam mengakomodasi kebutuhan individu tersebut, dan mengupayakan partisipasi penuh penyandang ketunaan dalam segala aspek kehidupan masyarakat, terutama dalam pekerjaan).
Definisi-definisi tersebut mencerminkan perbedaan pendekatan terhadap ketunaan, yaitu pendekatan individual dan pendekatan lingkungan/sosial. Akan tetapi, kedua pendekatan tersebut ada dalam praktek profesional konseling rehabilitasi saat ini (Parker et al., 2004). Oleh karena itu, agar mencakup kedua pendekatan tersebut, penulis menggabungkan kedua definisi tersebut ke dalam rumusan sebagai berikut: Konseling rehabilitasi adalah proses konseling untuk membantu individu penyandang ketunaan dalam beradaptasi dengan lingkungan, dan membantu lingkungan dalam mengakomodasi kebutuhan individu tersebut agar dapat mencapai tujuan personal, vokasional, dan kehidupan yang mandiri, dan mampu berpartisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Prinsip dasar profesi konseling rehabilitasi adalah membantu individu penyandang ketunaan fisik, mental, kognitif dan/atau sensori agar menjadi atau tetap menjadi warga masyarakat yang mandiri dan produktif dalam lingkungan masyarakat pilihannya sendiri. Konselor membantu penyandang ketunaan merespon secara konstruktif terhadap berbagai tantangan masyarakat, merencanakan karir, dan mendapatkan atau mempertahankan pekerjaan yang memberi kepuasan (The Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling, 2005).
Pengetahuan khusus tentang ketunaan dan faktor-faktor lingkungan yang berinteraksi dengan ketunaan, serta berbagai pengetahuan dan keterampilan lain di samping konseling, membedakan konselor rehabilitasi dari jenis-jenis konselor lainnya (Parker et al, 2004).

2. Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi
Konseling rehabilitasi adalah pendekatan yang dibatasi waktu dan berorientasi pada outcome untuk membantu individu penyandang ketunaan fisik, mental, dan emosional guna memperoleh keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup, belajar, dan bekerja dalam masyarakat (Fabian & MacDonald-Wilson - dalam Parker et al, 2004). Dalam berbagai macam setting, konselor rehabilitasi berkolaborasi dengan klien dalam mengidentifikasi tujuan karir dan vokasionalnya, sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut, dan mengidentifikasi dukungan dan layanan yang tersedia di masyarakat untuk itu.
Selama sejarah perkembanganya, konseling rehabilitasi telah memperluas ruang lingkup prakteknya, memasukkan sejumlah seting baru, bekerja dengan bermacam-macam profesional, dan mengangkat isu pemberdayaan dan pilihan dalam proses rehabilitasi. Namun demikian, bidang ini tetap berakar pada filosofi yang mendukung kesempatan dan integrasi bagi individu penyandang ketunaan. Dalam hal ini, konselor rehabilitasi diharapkan selalu bekerjasama dengan klien dan asosiasi profesi lain dalam mengadvokasi untuk hak-hak individu penyandang ketunaan.
Secara umum, ruang lingkup praktek konselor rehabilitasi adalah membantu individu penyandang ketunaan mencapai tujuan personal, karir dan kemandirian hidupnya dalam setting yang seintegrasi mungkin (CRCC – dalam Parker et al., 2004). Untuk itu, konselor rehabilitasi menggunakan berbagai metode dan teknik. Secara spesifik, CRCC mendaftar ruang lingkup praktek konselor rehabilitasi itu sebagai berikut:
A. asesmen dan pengukuran;
B. diagnosis dan perencanaan treatment;
C. konseling karir/vokasional;
D. intervensi konseling individual dan kelompok yang difokuskan untuk memfasilitasi penyesuaian diri klien pada dampak medis dan psikososial ketunaan;
E. manajemen kasus, referral, dan koordinasi pelayanan;
F. evaluasi program dan penelitian;
G. intervensi untuk menghilangkan hambatan lingkungan fisik dan sosial yang dapat mencegah penyandang ketunaan memperoleh pekerjaan;
H. memberikan layanan konsultasi kepada para pembuat kebijakan;
I. analisis dan pengembangan jabatan, termasuk mengakomodasi individu untuk memenuhi tuntutan pekerjaan; dan
J. memberikan konsultasi tentang teknologi rehabilitasi.

The Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling (2005) menggariskan bahwa peran konselor rehabilitasi mencakup: a. Mengevaluasi potensi individu untuk hidup mandiri dan bekerja;
a. Mengatur pelaksanaan perawatan medis dan psikologis, asesmen vokasional, pelatihan dan penempatan kerja;
b. Mewawancarai dan mengadvis individu, menggunakan prosedur asesmen, mengevaluasi laporan medis dan psikologis, dan berkonsultasi dengan anggota keluarga;
c. Berunding dengan dokter, psikolog dan profesional lain tentang jenis-jenis pekerjaan yang dapat dilakukan individu;
d. Merekomendasikan layanan rehabilitasi yang tepat termasuk pelatihan khusus untuk membantu individu penyandang ketunaan menjadi lebih mandiri dan lebih siap kerja;
e. Bekerjasama dengan pengusaha untuk mengidentifikasi dan/atau memodifikasi kesempatan kerja dan jenis pelatihan yang memungkinkan; dan
f. Bekerjasama dengan individu, organisasi profesi dan kelompok-kelompok advokasi untuk membahas berbagai hambatan lingkungan dan sosial yang menciptakan halangan bagi para penyandang ketunaan.

Ketunaan merupakan bagian alami dari eksistensi manusia (Smart & Smart, 2006), dan jumlahnya terus meningkat. Berkat kemajuan ilmu kedokteran dan teknologi, ketersediaan asuransi kesehatan yang lebih luas, dan standar kehidupan yang pada umumnya lebih tinggi yang memberikan lebih banyak pelayanan dan dukungan, orang yang di masa lampau akan meninggal, kini dapat bertahan hidup dengan ketunaan. Perserikatan Bangsa-bangsa memperkirakan terdapat 500 juta penyandang ketunaan di seluruh dunia. Di kebanyakan Negara, sekurang-kurangnya satu dari setiap sepuluh orang penduduk menyandang ketunaan fisik, mental atau sensori, dan dalam semua segmen populasi, sekurang-kurangnya 25 persen terpengaruh oleh adanya ketunaan (UN Enable, 2006). Oleh karena itu, peranan konseling rehabilitasi menjadi semakin penting.

Referensi

Parker, M.R.; Szimanski, E.M.; & Patterson, J.B. (Eds.) (2004). Rehabilitation Counseling: Basics and Beyond. Fourth Edition. Texas: Pro.ed Inc. International Publisher
Smart, D. W.& Smart, J. F. (2006). “Models of Disability: Implications for the Counseling Profession”. Journal of Counseling and Development. 84 (1).
UN Enable. (2006). World Programme of Action Concerning Disabled Persons. United Nations: Department of Economic and Social Affairs, Division for Social Policy and Development. (Online): http://www.un.org/esa/socdev/enable/diswpa04.htm
Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling (2005). Rehabilitation Counseling at a Glance. (Online): http://www.rehab.vcu.edu/ataglance/