Selasa, 20 November 2012

Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi


1. Definisi

Istilah “konseling rehabilitasi” yang dipergunakan dalam artikel ini merupakan terjemahan langsung dari “counseling rehabilitation”. The Commission on Rehabilitation Counselor Certification (CRCC), Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Parker et al. (2004:4) mendefinisikan counseling rehabilitation sebagai “a systematic process which assists persons with physical, mental, developmental, cognitive, and emotional disabilities to achieve their personal, career, and independent living goals in the most integrated setting possible through the application of the counseling process. The counseling process involves communication, goal setting, and beneficial growth or change through self-advocacy, psychological, vocational, social, and behavioral interventions”. (Konseling rehabilitasi adalah suatu proses sistematis yang membantu penyandang ketunaan fisik, mental, perkembangan, kognitif, dan emosi untuk mencapai tujuan personal, karir, dan kehidupan mandiri dalam setting yang seintegrasi mungkin melalui penerapan proses konseling. Proses konseling tersebut melibatkan komunikasi, penetapan tujuan, dan pertumbuhan atau perubahan ke arah yang lebih baik melalui self-advocacy, intervensi psikologis, intervensi vokasional, intervensi sosial, dan intervensi behavioral).
Sejalan dengan pengertian itu, The international Rehabilitation Counseling Consortium, sebuah kelompok yang beranggotakan beberapa organisasi profesi yang terkait dengan konseling rehabilitasi (Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling, 2005), mendefinisikan konselor rehabilitasi sebagai berikut: “A rehabilitation counselor is a counselor who possesses the specialized knowledge, skills and attitudes needed to collaborate in a professional relationship with people who have disabilities to achieve their personal, social, psychological and vocational goals.” (Konselor rehabilitasi adalah konselor yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang terspesialisasi serta memiliki sikap yang dibutuhkan untuk berkolaborasi dalam hubungan profesional dengan individu yang menyandang ketunaan untuk mencapai tujuan personal, sosial, psikologis dan vokasionalnya).
Di samping itu, Szymanski (Parker et al., 2004:4) mendefinisikan rehabilitation counseling sebagai "a profession that assists individuals with disabilities in adapting to the environment, assists environments in accommodating the needs of the individual, and works toward full participation of persons with disabilities in all aspects of society, especially work." (Konseling rehabilitasi adalah sebuah profesi yang membantu individu penyandang ketunaan dalam beradaptasi dengan lingkungan, dan membantu lingkungan dalam mengakomodasi kebutuhan individu tersebut, dan mengupayakan partisipasi penuh penyandang ketunaan dalam segala aspek kehidupan masyarakat, terutama dalam pekerjaan).
Definisi-definisi tersebut mencerminkan perbedaan pendekatan terhadap ketunaan, yaitu pendekatan individual dan pendekatan lingkungan/sosial. Akan tetapi, kedua pendekatan tersebut ada dalam praktek profesional konseling rehabilitasi saat ini (Parker et al., 2004). Oleh karena itu, agar mencakup kedua pendekatan tersebut, penulis menggabungkan kedua definisi tersebut ke dalam rumusan sebagai berikut: Konseling rehabilitasi adalah proses konseling untuk membantu individu penyandang ketunaan dalam beradaptasi dengan lingkungan, dan membantu lingkungan dalam mengakomodasi kebutuhan individu tersebut agar dapat mencapai tujuan personal, vokasional, dan kehidupan yang mandiri, dan mampu berpartisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Prinsip dasar profesi konseling rehabilitasi adalah membantu individu penyandang ketunaan fisik, mental, kognitif dan/atau sensori agar menjadi atau tetap menjadi warga masyarakat yang mandiri dan produktif dalam lingkungan masyarakat pilihannya sendiri. Konselor membantu penyandang ketunaan merespon secara konstruktif terhadap berbagai tantangan masyarakat, merencanakan karir, dan mendapatkan atau mempertahankan pekerjaan yang memberi kepuasan (The Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling, 2005).
Pengetahuan khusus tentang ketunaan dan faktor-faktor lingkungan yang berinteraksi dengan ketunaan, serta berbagai pengetahuan dan keterampilan lain di samping konseling, membedakan konselor rehabilitasi dari jenis-jenis konselor lainnya (Parker et al, 2004).

2. Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi
Konseling rehabilitasi adalah pendekatan yang dibatasi waktu dan berorientasi pada outcome untuk membantu individu penyandang ketunaan fisik, mental, dan emosional guna memperoleh keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup, belajar, dan bekerja dalam masyarakat (Fabian & MacDonald-Wilson - dalam Parker et al, 2004). Dalam berbagai macam setting, konselor rehabilitasi berkolaborasi dengan klien dalam mengidentifikasi tujuan karir dan vokasionalnya, sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut, dan mengidentifikasi dukungan dan layanan yang tersedia di masyarakat untuk itu.
Selama sejarah perkembanganya, konseling rehabilitasi telah memperluas ruang lingkup prakteknya, memasukkan sejumlah seting baru, bekerja dengan bermacam-macam profesional, dan mengangkat isu pemberdayaan dan pilihan dalam proses rehabilitasi. Namun demikian, bidang ini tetap berakar pada filosofi yang mendukung kesempatan dan integrasi bagi individu penyandang ketunaan. Dalam hal ini, konselor rehabilitasi diharapkan selalu bekerjasama dengan klien dan asosiasi profesi lain dalam mengadvokasi untuk hak-hak individu penyandang ketunaan.
Secara umum, ruang lingkup praktek konselor rehabilitasi adalah membantu individu penyandang ketunaan mencapai tujuan personal, karir dan kemandirian hidupnya dalam setting yang seintegrasi mungkin (CRCC – dalam Parker et al., 2004). Untuk itu, konselor rehabilitasi menggunakan berbagai metode dan teknik. Secara spesifik, CRCC mendaftar ruang lingkup praktek konselor rehabilitasi itu sebagai berikut:
A. asesmen dan pengukuran;
B. diagnosis dan perencanaan treatment;
C. konseling karir/vokasional;
D. intervensi konseling individual dan kelompok yang difokuskan untuk memfasilitasi penyesuaian diri klien pada dampak medis dan psikososial ketunaan;
E. manajemen kasus, referral, dan koordinasi pelayanan;
F. evaluasi program dan penelitian;
G. intervensi untuk menghilangkan hambatan lingkungan fisik dan sosial yang dapat mencegah penyandang ketunaan memperoleh pekerjaan;
H. memberikan layanan konsultasi kepada para pembuat kebijakan;
I. analisis dan pengembangan jabatan, termasuk mengakomodasi individu untuk memenuhi tuntutan pekerjaan; dan
J. memberikan konsultasi tentang teknologi rehabilitasi.

The Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling (2005) menggariskan bahwa peran konselor rehabilitasi mencakup: a. Mengevaluasi potensi individu untuk hidup mandiri dan bekerja;
a. Mengatur pelaksanaan perawatan medis dan psikologis, asesmen vokasional, pelatihan dan penempatan kerja;
b. Mewawancarai dan mengadvis individu, menggunakan prosedur asesmen, mengevaluasi laporan medis dan psikologis, dan berkonsultasi dengan anggota keluarga;
c. Berunding dengan dokter, psikolog dan profesional lain tentang jenis-jenis pekerjaan yang dapat dilakukan individu;
d. Merekomendasikan layanan rehabilitasi yang tepat termasuk pelatihan khusus untuk membantu individu penyandang ketunaan menjadi lebih mandiri dan lebih siap kerja;
e. Bekerjasama dengan pengusaha untuk mengidentifikasi dan/atau memodifikasi kesempatan kerja dan jenis pelatihan yang memungkinkan; dan
f. Bekerjasama dengan individu, organisasi profesi dan kelompok-kelompok advokasi untuk membahas berbagai hambatan lingkungan dan sosial yang menciptakan halangan bagi para penyandang ketunaan.

Ketunaan merupakan bagian alami dari eksistensi manusia (Smart & Smart, 2006), dan jumlahnya terus meningkat. Berkat kemajuan ilmu kedokteran dan teknologi, ketersediaan asuransi kesehatan yang lebih luas, dan standar kehidupan yang pada umumnya lebih tinggi yang memberikan lebih banyak pelayanan dan dukungan, orang yang di masa lampau akan meninggal, kini dapat bertahan hidup dengan ketunaan. Perserikatan Bangsa-bangsa memperkirakan terdapat 500 juta penyandang ketunaan di seluruh dunia. Di kebanyakan Negara, sekurang-kurangnya satu dari setiap sepuluh orang penduduk menyandang ketunaan fisik, mental atau sensori, dan dalam semua segmen populasi, sekurang-kurangnya 25 persen terpengaruh oleh adanya ketunaan (UN Enable, 2006). Oleh karena itu, peranan konseling rehabilitasi menjadi semakin penting.

Referensi

Parker, M.R.; Szimanski, E.M.; & Patterson, J.B. (Eds.) (2004). Rehabilitation Counseling: Basics and Beyond. Fourth Edition. Texas: Pro.ed Inc. International Publisher
Smart, D. W.& Smart, J. F. (2006). “Models of Disability: Implications for the Counseling Profession”. Journal of Counseling and Development. 84 (1).
UN Enable. (2006). World Programme of Action Concerning Disabled Persons. United Nations: Department of Economic and Social Affairs, Division for Social Policy and Development. (Online): http://www.un.org/esa/socdev/enable/diswpa04.htm
Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling (2005). Rehabilitation Counseling at a Glance. (Online): http://www.rehab.vcu.edu/ataglance/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar