1. Definisi
Istilah “konseling rehabilitasi” yang dipergunakan
dalam artikel ini merupakan terjemahan langsung dari “counseling
rehabilitation”. The Commission on Rehabilitation Counselor
Certification (CRCC), Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Parker
et al. (2004:4) mendefinisikan counseling rehabilitation sebagai “a
systematic process which assists persons with physical, mental,
developmental, cognitive, and emotional disabilities to achieve their
personal, career, and independent living goals in the most integrated
setting possible through the application of the counseling process. The
counseling process involves communication, goal setting, and beneficial
growth or change through self-advocacy, psychological, vocational,
social, and behavioral interventions”. (Konseling rehabilitasi adalah
suatu proses sistematis yang membantu penyandang ketunaan fisik, mental,
perkembangan, kognitif, dan emosi untuk mencapai tujuan personal,
karir, dan kehidupan mandiri dalam setting yang seintegrasi mungkin
melalui penerapan proses konseling. Proses konseling tersebut melibatkan
komunikasi, penetapan tujuan, dan pertumbuhan atau perubahan ke arah
yang lebih baik melalui self-advocacy, intervensi psikologis, intervensi
vokasional, intervensi sosial, dan intervensi behavioral).
Sejalan
dengan pengertian itu, The international Rehabilitation Counseling
Consortium, sebuah kelompok yang beranggotakan beberapa organisasi
profesi yang terkait dengan konseling rehabilitasi (Virginia
Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling, 2005),
mendefinisikan konselor rehabilitasi sebagai berikut: “A rehabilitation
counselor is a counselor who possesses the specialized knowledge, skills
and attitudes needed to collaborate in a professional relationship with
people who have disabilities to achieve their personal, social,
psychological and vocational goals.” (Konselor rehabilitasi adalah
konselor yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang terspesialisasi
serta memiliki sikap yang dibutuhkan untuk berkolaborasi dalam hubungan
profesional dengan individu yang menyandang ketunaan untuk mencapai
tujuan personal, sosial, psikologis dan vokasionalnya).
Di samping
itu, Szymanski (Parker et al., 2004:4) mendefinisikan rehabilitation
counseling sebagai "a profession that assists individuals with
disabilities in adapting to the environment, assists environments in
accommodating the needs of the individual, and works toward full
participation of persons with disabilities in all aspects of society,
especially work." (Konseling rehabilitasi adalah sebuah profesi yang
membantu individu penyandang ketunaan dalam beradaptasi dengan
lingkungan, dan membantu lingkungan dalam mengakomodasi kebutuhan
individu tersebut, dan mengupayakan partisipasi penuh penyandang
ketunaan dalam segala aspek kehidupan masyarakat, terutama dalam
pekerjaan).
Definisi-definisi tersebut mencerminkan perbedaan
pendekatan terhadap ketunaan, yaitu pendekatan individual dan pendekatan
lingkungan/sosial. Akan tetapi, kedua pendekatan tersebut ada dalam
praktek profesional konseling rehabilitasi saat ini (Parker et al.,
2004). Oleh karena itu, agar mencakup kedua pendekatan tersebut, penulis
menggabungkan kedua definisi tersebut ke dalam rumusan sebagai berikut:
Konseling rehabilitasi adalah proses konseling untuk membantu individu
penyandang ketunaan dalam beradaptasi dengan lingkungan, dan membantu
lingkungan dalam mengakomodasi kebutuhan individu tersebut agar dapat
mencapai tujuan personal, vokasional, dan kehidupan yang mandiri, dan
mampu berpartisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Prinsip
dasar profesi konseling rehabilitasi adalah membantu individu
penyandang ketunaan fisik, mental, kognitif dan/atau sensori agar
menjadi atau tetap menjadi warga masyarakat yang mandiri dan produktif
dalam lingkungan masyarakat pilihannya sendiri. Konselor membantu
penyandang ketunaan merespon secara konstruktif terhadap berbagai
tantangan masyarakat, merencanakan karir, dan mendapatkan atau
mempertahankan pekerjaan yang memberi kepuasan (The Virginia
Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling, 2005).
Pengetahuan
khusus tentang ketunaan dan faktor-faktor lingkungan yang berinteraksi
dengan ketunaan, serta berbagai pengetahuan dan keterampilan lain di
samping konseling, membedakan konselor rehabilitasi dari jenis-jenis
konselor lainnya (Parker et al, 2004).
2. Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi
Konseling
rehabilitasi adalah pendekatan yang dibatasi waktu dan berorientasi
pada outcome untuk membantu individu penyandang ketunaan fisik, mental,
dan emosional guna memperoleh keterampilan dan sumber daya yang
dibutuhkan untuk hidup, belajar, dan bekerja dalam masyarakat (Fabian
& MacDonald-Wilson - dalam Parker et al, 2004). Dalam berbagai macam
setting, konselor rehabilitasi berkolaborasi dengan klien dalam
mengidentifikasi tujuan karir dan vokasionalnya, sumber daya yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut, dan mengidentifikasi dukungan
dan layanan yang tersedia di masyarakat untuk itu.
Selama sejarah
perkembanganya, konseling rehabilitasi telah memperluas ruang lingkup
prakteknya, memasukkan sejumlah seting baru, bekerja dengan
bermacam-macam profesional, dan mengangkat isu pemberdayaan dan pilihan
dalam proses rehabilitasi. Namun demikian, bidang ini tetap berakar pada
filosofi yang mendukung kesempatan dan integrasi bagi individu
penyandang ketunaan. Dalam hal ini, konselor rehabilitasi diharapkan
selalu bekerjasama dengan klien dan asosiasi profesi lain dalam
mengadvokasi untuk hak-hak individu penyandang ketunaan.
Secara
umum, ruang lingkup praktek konselor rehabilitasi adalah membantu
individu penyandang ketunaan mencapai tujuan personal, karir dan
kemandirian hidupnya dalam setting yang seintegrasi mungkin (CRCC –
dalam Parker et al., 2004). Untuk itu, konselor rehabilitasi menggunakan
berbagai metode dan teknik. Secara spesifik, CRCC mendaftar ruang
lingkup praktek konselor rehabilitasi itu sebagai berikut:
A. asesmen dan pengukuran;
B. diagnosis dan perencanaan treatment;
C. konseling karir/vokasional;
D.
intervensi konseling individual dan kelompok yang difokuskan untuk
memfasilitasi penyesuaian diri klien pada dampak medis dan psikososial
ketunaan;
E. manajemen kasus, referral, dan koordinasi pelayanan;
F. evaluasi program dan penelitian;
G.
intervensi untuk menghilangkan hambatan lingkungan fisik dan sosial
yang dapat mencegah penyandang ketunaan memperoleh pekerjaan;
H. memberikan layanan konsultasi kepada para pembuat kebijakan;
I. analisis dan pengembangan jabatan, termasuk mengakomodasi individu untuk memenuhi tuntutan pekerjaan; dan
J. memberikan konsultasi tentang teknologi rehabilitasi.
The
Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation
Counseling (2005) menggariskan bahwa peran konselor rehabilitasi
mencakup: a. Mengevaluasi potensi individu untuk hidup mandiri dan
bekerja;
a. Mengatur pelaksanaan perawatan medis dan psikologis, asesmen vokasional, pelatihan dan penempatan kerja;
b.
Mewawancarai dan mengadvis individu, menggunakan prosedur asesmen,
mengevaluasi laporan medis dan psikologis, dan berkonsultasi dengan
anggota keluarga;
c. Berunding dengan dokter, psikolog dan profesional lain tentang jenis-jenis pekerjaan yang dapat dilakukan individu;
d.
Merekomendasikan layanan rehabilitasi yang tepat termasuk pelatihan
khusus untuk membantu individu penyandang ketunaan menjadi lebih mandiri
dan lebih siap kerja;
e. Bekerjasama dengan pengusaha untuk
mengidentifikasi dan/atau memodifikasi kesempatan kerja dan jenis
pelatihan yang memungkinkan; dan
f. Bekerjasama dengan individu,
organisasi profesi dan kelompok-kelompok advokasi untuk membahas
berbagai hambatan lingkungan dan sosial yang menciptakan halangan bagi
para penyandang ketunaan.
Ketunaan merupakan bagian alami dari
eksistensi manusia (Smart & Smart, 2006), dan jumlahnya terus
meningkat. Berkat kemajuan ilmu kedokteran dan teknologi, ketersediaan
asuransi kesehatan yang lebih luas, dan standar kehidupan yang pada
umumnya lebih tinggi yang memberikan lebih banyak pelayanan dan
dukungan, orang yang di masa lampau akan meninggal, kini dapat bertahan
hidup dengan ketunaan. Perserikatan Bangsa-bangsa memperkirakan terdapat
500 juta penyandang ketunaan di seluruh dunia. Di kebanyakan Negara,
sekurang-kurangnya satu dari setiap sepuluh orang penduduk menyandang
ketunaan fisik, mental atau sensori, dan dalam semua segmen populasi,
sekurang-kurangnya 25 persen terpengaruh oleh adanya ketunaan (UN
Enable, 2006). Oleh karena itu, peranan konseling rehabilitasi menjadi
semakin penting.
Referensi
Parker, M.R.; Szimanski, E.M.;
& Patterson, J.B. (Eds.) (2004). Rehabilitation Counseling: Basics
and Beyond. Fourth Edition. Texas: Pro.ed Inc. International Publisher
Smart,
D. W.& Smart, J. F. (2006). “Models of Disability: Implications for
the Counseling Profession”. Journal of Counseling and Development. 84
(1).
UN Enable. (2006). World Programme of Action Concerning
Disabled Persons. United Nations: Department of Economic and Social
Affairs, Division for Social Policy and Development. (Online):
http://www.un.org/esa/socdev/enable/diswpa04.htm
Virginia
Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling (2005).
Rehabilitation Counseling at a Glance. (Online):
http://www.rehab.vcu.edu/ataglance/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar